Jumat, 28 Februari 2025. Ribuan warga Kota Semarang memadati sepanjang jalan pemuda untuk menyaksikan pawai atau arak-arakan dugderan. Warga berbaris rapih di area trotoar hingga turun ke jalan menanti pawai dimulai. Ratusan pedagang turut memadati sepanjang jalan untuk menjajakan dagangan yang bervariasi, mulai dari makanan ringan, minuman dingin, minuman kemasan, kipas tangan, payung, hingga mainan jadul yang kini sulit ditemukan. Suasana khas dugderan yang hanya dapat dirasakan satu tahun sekali di Kota Semarang.
Dugderan merupakan tradisi khas Kota Semarang dalam menyambut bulan Ramadan. Tradisi ini telah dilaksanakan secara turun-temurun sejak tahun 1881 M. Kala itu umat islam memiliki perbedaan pandangan dalam menentukan hari dimulainya bulan Ramadhan. Oleh karena itu, Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Proboningrat berupaya menyeragamkan hari dimulainya bulan Ramadhan. Beliau mengumumkan hari dimulainya bulan Ramadan dengan memukul bedug yang berbunyi “dug dug dug” disusul dengan letusan kembang api yang berbunyi “der der der”. Tradisi ini kemudian dikenal sebagai dugderan.
Tahun ini dugderan dimulai pukul 13.00 di halaman Balaikota Semarang. Dugderan dibuka dengan berbagai kesenian seperti gamelan, barongsai dan tari warak dugder. Dilanjutkan dengan pemukulan bedug dan keberangkatan pawai dari Balaikota Semarang menuju Masjid Agung Kota Semarang. Pawai dugderan mengarak Warak Ngendog sebagai hewan mitologi yang menjadi simbol Kota Semarang. Warak Ngendog menggambarkan kerukunan etnis warga yang terdiri dari etnis Jawa, Arab, dan Tionghoa. Pawai ini diiringi oleh berbagai defile, diantaranya pasukan bregada, kereta kencana, pasukan merah putih, barongsai tay kak sie & porinti, pager bagus & pager ayu, pasukan berkuda, wanita berkebaya, bus listrik, ormas & komunitas, KNPI & semawis, drum band penerbad, dan kontingen dari 16 kecamatan.
Sesampainya di Masjid Agung Kota Semarang, rombongan menunaikan ibadah salat asar dilanjutkan dengan pembacaan suhuf halaqah. Acara selanjutnya adalah inti dari dugderan, yakni pemukulan bedug dan kembang api. Pemukulan bedug dan kembang api ini secara resmi mengumumkan bahwa bulan ramadan telah tiba dan keesokan harinya umat islam dapat menunaikan ibadah puasa. Selanjutnya, rombongan pawai akan berjalan ke Alun-alun Kota Semarang untuk membagikan roti ganjel rel yang merupakan makanan khas Kota Semarang.
Tak berhenti di situ, rombongan Walikota masih melanjutkan perjalanan hingga Masjid Agung Jawa Tengah untuk melakukan dugderan kembali. Sehingga dalam serangkaian dugderan ini ada 3 titik pemukulan bedug dan peluncuran kembang api. Hal ini merupakan bentuk pelestarian budaya dugderan dalam mengumumkan waktu ramadan tiba sebelum ada media dan teknologi yang sudah berkembang pesat seperti saat ini.
Meskipun Kota Semarang sempat diguyur hujan, namun tradisi dugderan di tahun ini berjalan dengan lancar dan meriah. Antusiasme warga sangat tinggi dengan perayaan dugderan ini.