Ditengah hiruk pikuknya Kota Semarang, ternyata masih terdapat tradisi kebudayaan yang hingga saat ini masih dilestarikan, yakni Tradisi Nyadran Kali. Dilaksanakan di Desa Wisata Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Tradisi ini menjadi agenda tahunan sebagai nguri-nguri kebudayaan serta ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan atas berlimpahnya hasil panen dan sumber air di Desa Kandri, selain itu juga sebagai perwujudan warga Kandri dalam menjaga dan melestarikan sumber mata air di wilayah Desa Kandri.

Tradisi ini dilakukan pada Jumadil Akhir menurut penanggalan Jawa, tahun ini dilaksanakan tanggal 6-7 Januari 2024. Sejumlah wisatawan dari dalam dan luar Kota Semarang juga ikut menyaksikan prosesi kirab budaya tersebut. Terdapat beberapa prosesi rangkaian acara sebelum acara puncak kirab budaya Nyadran Kali. Pada hari Kamis malam (4/1/2024) warga Kandri melaksanakan mujahadah/doa bersama,kemudian Jumat pagi (5/1/2024) dilanjutkan dengan bersih-bersih 7 (tujuh) sendang. Sabtu malam (6/1/2024) ada prosesi kirab obor dengan membawa tujuh kendi berisi air dari enam sendang.

Prosesi puncak kirab budaya Nyadran Kali dilaksanakan pada Minggu pagi (7/1/2024), dimulai dari Sendang Kali Kidul dan berakhir di Sendang Gede. Kirab budaya dilepas Camat Gunungpati Sabar Tri Mulyono. Arak-arakan merupakan rombongan warga Kandri. Pimpinan rombongan ada cucuk lampah sekaligus pembawa gayung air, warga pembawa bendera, sejumlah pejabat di wilayah Kandri dan Kota Semarang, 9 pasang penari pembawa obor dan pembawa kendi, warga yang membawa beberapa seserahan (kepala sapi, jadah, gunungan hasil bumi, dan gunungan jajan pasar), dan warga yang membawa daun pisang serta lauk pauk.

Pada prosesi itu warga membawa kepala sapi, jadah, dan gong. Semua itu memiliki simbol filosofi tersendiri, seperti kepala sapi atau kerbau memiliki filosofi menghilangkan kebodohan. Jadah atau gemblong sebagai simbol perekat antarwarga. Adapun gong sebagai alat komunikasi untuk menyuarakan, sehingga Kandri dapat dikenal luas. Kegiatan nyadran ini untuk merekatkan warga, mereka bisa saling gotong royong. Gong hanya dibunyikan saat nyadran dimulai. Kepala sapi, setelah prosesi itu, akan dimasak oleh warga. Sedangkan jadah atau gemblong dibagikan saat nyadran selesai.

Sebelum memasuki Sendang Gede, digelar upacara penyerahan gayung yang dilanjutkan dengan Tarian Matirto Suci oleh 9 pasang penari. Kemudian rombongan memasuki wilayah Sendang Gede untuk prosesi pengambilan air Sendang Gede yang kemudian dimasukkan ke dalam kendi yang sudah terdapat air dari 6 (enam) sumber mata air lainnya yang diambil malam sebelumnya, kemudian didoakan dan dituangkan ke sawah atau kebun di dekat sendang. Prosesi itu sebagai wujud doa warga, harapannya air yang disiramkan membuat panen semakin melimpah serta sumber air atau 7 sendang yang digunakan warga Kandri selalu bersih serta lestari.

Kirab budaya diakhiri dengan makan bersama beralaskan daun pisang serta lauk pauk yang telah dibawa warga saat arak-arakan tadi. Setelah makan, gunungan hasil bumi dan gunungan jajan pasar diperebutkan oleh warga dan para wisatawan yang ikut datang menonton.

Ibu Mutmainah selaku Kepala Lurah Kelurahan Kandri, berharap adanya kegiatan ini semakin menambah kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Kandri, yang secara tidak langsung akan berdampak pada perekonomian warga Kandri itu sendiri. Seperti peningkatan penjualan UMKM lokal serta peningkatan jumlah wisatawan yang menginap di homestay kawasan Desa Wisata Kandri.

Kegiatan prosesi ini tidak lepas dari peran aktif Pokdarwis Pandanaran di Desa Wisata Kandri sebagai koordinator pelaksanaan acara. Pak Suhono selaku anggota Pokdarwis Pandanaran merasa salut dan bangga terhadap antusias warga serta panitia yang dengan sukarela ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Beliau juga berharap untuk tahun depan terdapat campur tangan pemerintah  dalam mengapresiasi warga Kandri yang sudah menjaga tradisi budaya dan bisa menjaga sumber daya alam berupa sendang ( sumber air ) hingga sekarang masih terjaga keasriannya.

Kontributor : Isty Genpi Semarang
Foto : Rafi Genpi Semarang

Leave a Reply

Your email Alamat will not be published. Required fields are marked *