Menjadi saksi sejarah perkembangan kesenian dan kebudayaan Jawa di Kota Semarang, Wayang Orang Ngesti Pandowo (WO Ngesti Pandowo) masih eksis hingga saat ini. WO Ngesti Pandowo merupakan satu diantara tiga grup wayang orang Indonesia yang bertahan hingga saat ini, selain WO Sriwedari (Surakarta) dan WO Bharata (Jakarta).

Telah menghibur masyarakat melalui kesenian wayang orang, kini WO Ngesti Pandowo telah genap menginjak usia 87 tahun. Peringatan hari jadi WO Ngesti Pandowo yang ke-87 tahun ini dilaksanakan di Gedung Ki Narto Sabdo, Taman Budaya Raden Salah, Kota Semarang. Dalam peringatan ini WO Ngesti Pandowo menggelar pertunjukan dengan lakon Kalimasada. Pertunjukan ini disambut dengan antusiasme masyarakat yang tinggi, dibuktikan dengan kursi yang nampak penuh. Selain dinikmati oleh masyarakat Kota Semarang, turut hadir pula Walikota Semarang yang akrab disapa Mbak Ita serta Prof Danang yang merupakan putra dari Ki Narto Sabdo (Tokoh penting dalam sejarah WO Ngesti Pandowo).

Pada malam ini, Mbak Ita berkesempatan untuk memberikan piagam penghargaan kepada WO Ngesti Pandowo atas penetapannya menjadi Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbudristek RI. Mbak Ita menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Semarang akan mendukung pelestarian budaya melalui WO Ngesti Pandowo. “Kami (Pemerintah Kota Semarang) akan terus mendukung WO Ngesti Pandowo dengan merehabilitasi Gedung Ki Narto Sabdo agar dapat menjadi tempat para seniman untuk berekspresi” Tuturnya setelah menyerahkan penghargaan.

Sedikit kembali ke masa lampau, WO Ngesti Pandowo didirikan oleh Ki Sastro Sabdho dengan harapan dapat menghimpun para pelestari kesenian wayang orang di Jawa Tengah agar dapat terus berkarya bersama-sama. Jatuh bangun dijalani bersama sejak tahun 1937 hingga masa Perang Dunia II. Sempat vakum sejak 1945–1949 karena situasi dan kondisi negara yang tidak stabil. WO Ngesti pandowo kembali bangkit di tahun 1962 saat mendapat penghargaan Wijaya Kusuma dari Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, atas upaya dan kiprah seniman Ngesti Pandowo dalam melestarikan kesenian di Kota Semarang. Kala itu juga sempat tampil di Istana Negara dan disaksikan langsung oleh Presiden dan tamu kenegaraan lainnya.

Selain piagam Wijaya Kusuma, terdapat beberapa prestasi membanggakan dari WO Ngesti Pandowo, diantaranya:
1. Piagam Penghargaan dari pasar malam Orange Belanda pada tahun 1937
2. Penghargaan dari Gubernur Jawa Tengah Bapak Soepardjo Roestam : Juara I Lomba Ketoprak se-Jawa Tengah di Semarang pada tahun 19773. Penghargaan dari LPP RRI Semarang tentang Partisipasi Aktif sebagai pengisi suara LPP RRI Semarang pada tahun 2006
4. Penghargaan dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang tentang Pentas bersama Wayang Orang Ngesti Pandowo dengan Dosen dan Mahasiswa dalam rangka Diesnatalis ke XXVII tahun 2009 di Semarang
5. Penghargaan dari Museum Rekor Muri Indonesia (MURI) tentang Pemrakarsa dan Penyelenggara Pagelaran Wayang Orang Ngesti Pandowo selama 70 tahun berturut-turut ( tahun 2007)
6. Penghargaan dari LEPRID (Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia) berupa Piagam Penghargaan, Piala, dan Mendali selama 80 tahun Ngesti Pandowo masih eksis melestarikan kesenian tradisi.
7. Dan penghargaan lainnya.

Pertunjukan malam ini terasa sangat berbeda. Suka cita menyelimuti seisi gedung, haru membiru terasa saat mengingat perjuangan kala itu. Tidak mudah mempertahankan suatu grup kesenian jawa yang kian hari tergerus oleh budaya asing. Meskipun begitu, sorak sorai penonton melegakan jiwa para pelestari kesenian ini. “Kalau memang masih ingin Ngesti Pandowo ada, dukung kami dengan sekadar menonton hiburan yang kami sajikan setiap Sabtu di sini”. Pesan salah satu pemain WO Ngesti Pandowo. Penuh harap agar anak muda dapat kembali mencintai budayanya.

Sumber: Yayasan WO Ngesti Pandowo

Author

+ posts

Leave a Reply

Your email Alamat will not be published. Required fields are marked *